Ki
Hajar Dewantara atau Raden Mas Suwardi Suryaningrat bergelar Pahlawan
Nasional sesuai SK Presiden Keppres No. 305 Tahun 1959 tanggal 28
November 1959. Beliau lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 dan meninggal di
Yogyakarta 26 April 1959 atau dalam usia 70 tahun. Ki Hajar merupakan
salah satu aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, seorang politis dan
pelopor pendidikan untuk kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan
Belanda, yang mana kita tahu bahwa zaman penjajahan Belanda, kaum
pribumi menjadi kaum kelas 3 (Ingat rasial 3 tingkat oleh pemerintah
belanda : Kelas 1 Eropa, Kelas 2 Timur Asing dan Kelas 3 Pribumi).
Raden
Mas Suwardi berasalah dari keluarga Keraton Yogyakarta, di lingkungan
keraton saat itu termasuk memiliki derajat tinggi dibandingkan dengan
pribumi asli atau kelas bawah (Semacam diskriminasi golongan). Beliau
menamatkan pendidikan dasar di ELS (Sekolah dasar eropa/belanda),
selanjutnya ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) namun disayangkan
beliau tidak menyelesaikan sekolahnya karena sakit. Beliau lantas
bekerja sebagai penulis dan wartawan yang handal, tulisannya begitu
komunikatif, keras terhadap penjajahan (antikolonial), surat kabar yang
pernah beliau ikuti antara lain : Sediotomo, Midden Java, Oetoesan
Hindia, De Expres, Tjahaja Timoer, Poesara dan Kaoem Moeda.
Semboyan Ki Hajar Dewantara
Selain
sikap kritis beliau terhadap penjajahan, ada semboyan pendidikan yang
sangat terkenal (dalam bahasa jawa) dari beliau semasa mengajar di Taman
Siswa, yang ini juga menjadi inspirasi bagi pergerakan kemerdekaan
berikutnya.
1. Ing ngarso sung tulodo (Di depan memberi contoh)
Di
depan memberi contoh maksudnya adalah apabila kita menjadi seorang
pemimpin hendaklah mampu untuk memberikan contoh atau teladan yang baik
bagi orang yang dipimpinnya maupun orang di sekitarnya. Jadi salah satu
ajaran utama dari Ki Hajar adalah masalah keteladanan.
2. Ing madyo mangun karso (Di tengah memberi semangat)
Semboyan
yang kedua adalah di tengah memberi/menggugah/membangkitkan semangat.
Dapat diartikan bahwa ada bentuk kemauan dan niat yang kuat, dimanapun
dan kapanpun seseorang dengan berbagai profesinya harus mampu menggugah
semangat orang-orang di sekelilingnya untuk meraih cita-cita yang
diinginkannya. Semua itu bermanfaat untuk menciptakan suasana kondusif
yang penuh kedamaian dan kesejahteraan.
3. Tut wuri handayani (Di belakang memberi dorongan)
Tut
wuri handayani berarti di belakangan memberi dorongan moral atau
dorongan semangat. Hal tersebut sangat penting terutama dalam kondisi
down atau jatuh. Dorongan moral dan semangat dari para pengikut mampu
membangkitkan semangat para pejuang dan menjadi modal dasar seorang
pemimpin guna memimpin dengan arif dan bijaksana. Satu kesatuan yang
sungguh luar biasa.
Semboyan
pendidikan Ki Hajar Dewantara adalah bukti otentik betapa tingginya
budaya nusantara ini, ajaran yang sungguh mulia dalam membangun sebuah
peradaban. Kapanpun dan dimanapun apabila suatu bangsa ingin membangun
peradaban yang tinggi hendaklah dia menjunjung tinggi budaya leluhur
yang telah terbukti pada jaman sebelumnya